f-066 - Proyek Teugeu (Kuat/Tegar)

Nama Inisiator

Nita Roshita untuk Wanti

Bidang Seni

lainnya

Pengalaman

Pengalaman di bidang kriya dan sastra.

Contoh Karya

f-066-nita.jpg

Kategori Proyek

riset_kajian_kuratorial

Deskripsi Proyek

Teugeu berarti Kuat, Tegar, menggambarkan semangat yang tidak gampang putus asa dari para perempuan Basap, seperti rotan yang mereka anyam menjadi tas, kokoh dan perkasa. Teugeu berarti kemauan keras untuk terus belajar memperbaiki kualitas produk, mengabadikan budaya dan alam sekitar. Proyek Teugeu ingin memperkenalkan kerajinan tas rotan anyaman perempuan Basap yang memiliki nilai tinggi, bercerita tentang alam dan budaya mereka, kepada pubik Indonesia melalui pameran di Jakarta. Lokasi yang jauh di ujung timur Kalimantan Timur membuat mereka jauh dari sorotan public, akses informasi dari dan kepada mereka adalah hal yang langka. Tas rotan mereka memiliki kekhasan sendiri dari rupa dan motif. Setiap tas memiliki lapisan dalam yang juga terbuat dari rotan, dimaksudkan agar tas kuat mengangkat beban dan kokoh dalam bentuk. Motifnya bicara tentang kesederhanaan hidup dalam bentuk titik, bulat dan siku. Sebelum tentang pameran, Proyek ini berupaya menggali cerita budaya asli mereka. Basap baru diakui sebagai bagian adat Dayak pada 2003, tidak ada dokumentasi tentang leluhur Basap. Hanya ada dua narasumber tersisa, Ibu Martha 85 tahun dan Pak Wahyu (tidak diketahui usianya) yang bisa menceritakan tentang Basap. Ada banyak hal yang harus digali selain mereka bergantung pada laut dan hutan untuk meneruskan hidup. Riset/ Kajian/ Kuratorial menjadi sangat penting selain pameran yang juga ingin mengolaborasi antara tas rotan basap dengan seniman di kota agar nilai produk tas mereka tak hanya sekedar tas, tapi menjadi sebuah karya seni. Teugeu ingin tas rotan Basap menjadi sebuah karya seni bukan produk massal yang akan berimplikasi pada keberlanjutan alam di sekitar Basap.

Latar Belakang Proyek

Proyek Teugeu berawal dari kegiatan pembangunan pembangkit listrik tenaga matahari komunal di Kampung Teluk Sumbang yang merupakan hibah dari MCA-Indonesia. Salah satu program yang harus dilaksanakan adalah pengembangan potensi ekonomi masyarakat dengan pendekatan gender. Perempuan menjadi subyek dalam kegiatan yang hanya berlangsung 8 bulan. Program ini terlalu singkat untuk mengembangkan potensi yang begitu besar dan menyelesaikan permasalahan sosial yang ada di Basap. Sampai dengan proyek ini selesai February 2018, perempuan Basap sudah belajar tentang pengetahuan dasar kewirausahaan sosial, produk berkelanjutan, penghitungan harga pokok penjualan, variasi produk sampai penghitungan menggunakan ukuran standar dari yang tadinya menggunakan jengkal, menjadi sentimeter. Perempuan-perempuan penganyam rotan di Basap sangat mengharapkan kegiatan terus berlanjut, memperkenalkan kepada public tentang karya seni yang mereka buat yang bercerita tentang perjuangan hidup dan cita-cita mereka. Lewat tas rotan mereka ingin mengantarkan anak-anak sekolah lebih tinggi di luar kampung (karena SMP terdekat berjarak 30 kilometer dari Kampung Teluk Subang), peningkatan ekonomi keluarga, mempertahankan budaya dan menjaga hutan. Tanpa hutan, tak ada rotan, tanpa rotan, tak ada tas yang dianyam, tak ada uang untuk menghidupi kebutuhan harian. Tas rotan mereka sudah diperkenalkan sekilas lewat sosial media, dan mendapat sambutan luar biasa. Ada banyak pesanan yang belum dapat dipenuhi dari rantai produksi yang belum dapat dibenahi. Dan tidak bisa menjualkan karya seni mereka tanpa dilengkapi dengan cerita budaya yang lengkap. Perlu waktu, tenaga dan tentu saja dana. Lewat keikutsertaan dalam Hibah Cipta Media Ekspresi ini, selain bisa menciptakan perhatian nasional terhadap Basap, kami berharap pemberdayaan perempuan penganyam yang sudah berjualan kurang lebih 10 bulan ini bisa kami terus lanjutkan.

Masalah yang Diangkat

Suku Basap hidup di ujung pulau Kalimantan, berjarak 300 kilometer atau harus menempuh 7 jam perjalanan darat dari Kota Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Mereka hidup berpindah sebelum akhirnya dimukimkan di Kampung Teluk Sumbang, pada 2005, menempati RT 04. Jauhnya akses dari dan menuju Kampung Teluk Sumbang, membuat suku Basap tertinggal dalam pendidikan dan pengembangan ekonomi. Mereka hidup berladang, dan membuat tas rotan menjadi sampingan penambah pendapatan keluarga. Selama ini tas rotan mereka hanya dibeli oleh warga Kampung Teluk Sumbang dan sesekali tamu yang datang ke kampung. Rata-rata perempuan Basap hanya lulus SD, sebagian besar tidak bisa membaca dan menulis. Tidak ada dokumentasi tentang adat istiadat dan budaya Basap yang terangkum di Kampung maupun oleh Ketua Adat. Mencatat kembali sejarah mereka menjadi sangat penting untuk masa depan anak-anak Basap. Selain itu, hutan mereka menjadi incaran Industri Semen dan Perkebunan Sawit. Padahal hutan adalah sumber kehidupan mereka selain laut. Rotan mereka hidup alami bersandar pada pohon-pohon besar yang ada di hutan premier. Tanpa hutan, habislah kehidupan Basap. Tas Rotan Basap menjadi pintu masuk untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Semakin dikenalnya Basap sebagai masyarakat pribumi, Indigenous People, oleh public, kami berharap, terbukanya akses untuk pendidikan anak-anak Basap dan peningkatan ekonomi keluarga, dan yang terpenting, hutan mereka terjaga. Membangun perhatian publik pada keberadaan mereka akan membangkitkan rasa peduli terhadap keberadaan mereka sebagai masyarakat pribumi dan alam tempat mereka bergantung hidup.

Indikator Sukses

Proyek Teugeu bertujuan untuk membangun dulu pengetahuan publik tentang keberadaan Masyarakat Basap dari Teluk Sumbang melalui pembuatan film documenter dan pemutarannya yang akan dilakukan saat pameran berlangsung juga saat roadshow ke media. Teugeu berharap cerita tentang mereka bisa tampil di media-media di Indonesia melalui liputan saat pameran, saat roadshow juga mengundang ketertarikan jurnalis untuk meliput langsung ke Kampung Teluk Sumbang. Basap menjadi bagian dari kegiatan besar pengembangan ekowisata di kampung ini. Wisata yang tidak menjadi massal yang mengancam lingkungan alam dan budaya yang ada. Ini adalah wisata peminatan terhadap Pendidikan lingkungan hutan dan laut, juga budaya. Teugeu berharap media bisa memberikan informasi ini kepada public, untuk datang dan menjaga alam kampung Teluk Sumbang. Di proyek ini, Kelompok Perempuan Penganyam Basap berharap mendapatkan 'pasar potensial', untuk menjualkan masterpiece mereka sebagai produk premium, sekali lagi untuk alasan keberlanjutannya rotan alam di hutan. Mendapatkan bantuan untuk pengembangan potensi ekonomi, akses Pendidikan dan kesejahteraan sosial bagi anggota komunitas Basap khususnya, juga masyarakat Kampung Teluk Sumbang secara umum. Pemberdayaan Kelompok Perempuan Basap bisa berlanjut untuk meningkatkan keterampilan penganyam, meningkatkan perekonomian keluarga, menyelematkan hutan dan membangun relasi yang seimbang antara lelaki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Ada pengakuan peran perempuan dalam kegiatan ekonomi dan sosial di komunitas Basap khususnya dan masyarakat Kampung Teluk Sumbang umumnya.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.659.91 Juta

Durasi Proyek

9 bulan