f-040 - Meltas Panjhelin

Nama Inisiator

Imamatul Khair untuk Umairiyah

Bidang Seni

seni_rupa

Pengalaman

38 tahun

Contoh Karya

f-040-umairiyah.pdf

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

Meltas Panjhelin merupakan upaya kolaborasi lintas generasi dengan memberdayakan pembatik perempuan Madura dan menelisik sejarah serta fakta-fakta unik tentang batik Madura. Meltas Panjhelin dipilih sebagai nama proyek ini karena perempuan dianggap makhluk lemah gemulai yang memiliki gerakan tangan yang indah dan lembut. Meltas Panjhelin identik dengan gerakan tangan seorang pembatik perempuan yang kreatif menghasilkan corak motif batik Madura yang khas. Sebuah nilai yang perlu diusung ke ranah publik adalah perempuan tetap bisa berinovasi, mencurahkan pendapatnya dan inisiatifnya serta memberdayakan orang lain dengan tangan-tangan kreatifnya. Meltas Panjhelin dikonsep menjadi proyek socio-preneurship di mana pendamping dan mitra bekerja sama untuk memproduksi produk kain batik dengan mempertimbangkan permintaan tren pasar dan permainan warna dan motif yang diangkat dalam setiap produk. Selanjutnya, pendamping tidak hanya memberikan kesempatan pembatik perempuan lebih peduli dengan ragam busana yang diminati di era global, tapi proyek ini akan memberikan ruang kolaborasi untuk transfer ilmu antara batik tradisional dan digital marketing. Produk yang ditawarkan dalam Meltas Panjhelin adalah Kain Batik Lilit di mana produk ini identik dengan outfit perempuan sebagai salah satu upaya mendongkrak penghargaan terhadap karya seni yang diciptakan oleh perempuan. Tak hanya melingkupi sociopreneurship saja, proyek Meltas Panjhelin juga akan menelusuri jejak-jejak sejarah perbatikan di Madura serta mendokumentasikan kearifan lokal ini secara digital. Output yang akan dihasilkan dari riset dan upaya dokumentasi sejarah serta karya ini berupa foto-foto, teks, dan video dokumenter.

Latar Belakang Proyek

Konsep partiarki dalam tantanan kehidupan bermasyarakat khususnya di Madura memberikan pandangan tersendiri tentang posisi laki-laki dan perempuan. Patriarki menghasilkan praktik dengan pranata-pranata sosial di mana laki-laki memegang peranan lebih besar baik di ranah publik atau domestik. Sedangkan perempuan ditempatkan pada posisi kedua ‘dia yang harus di dapur, mengurus anak, atau suami’. Untuk mematahkan stigma perempuan Madura, Ibu Umairiyah telah membuktikan bahwa keterlibatan beliau dalam seni batik membutuhkan kegigihan yang besar. Menjadi ibu rumah tangga justru tidak menghalangi Ibu Um untuk mengembangkan kemampuan membatik yang sudah beliau tekuni sejak lulus SD. Sepak terjang pembatik perempuan Madura tentu membutuhkan konsistensi dan kreatifitas yang tinggi. Sebagai masyarakat pada umumnya, kita mungkin hanya menikmati hasil karya tangan-tangan kreatif pembatik tanpa tahu siapa sosok di baliknya. Maka, sebuah penghargaan terhadap tokoh wanita perlu dilakukan untuk mengangkat citra perempuan bersama karyanya ke ruang publik. Dengan ini, perlu adanya usaha untuk mendokumentasikan hasil jerih payah tokoh pembatik perempuan yang telah memberikan sumbangsih dalam menjaga harta karun turun-temurun di Madura. Di samping itu, pemasaran kain batik yang cenderung masih tradisional seperti teknik retail ke pasar membuat harga batik tidakmengalami peningkatan. Upaya kolaborasi lintas generasi sepatutnya dilakukan untuk mengangkat kearifan lokal masyarakat Madura. Hal ini dapat dilakukan dengan menampilkan sosok pembatik perempuan dengan cara mengikuti perjalanan mereka dalam mengukir konsistensi dan pemberdayaan dalam lingkungan patriarki. Selain itu, kami berupaya mengadakan kolaborasi dalam bidang usaha berbasis sosial untuk mengangkat nilai jual produk batik agar tidak kalah bersaing dengan produk tekstil lainnya. Proyek ini akan dinamakan Meltas Panjhelin.

Masalah yang Diangkat

Isu gender masih menjadi salah satu isu sensitif di Madura. Masyarakat Madura masih banyak yang berpandangan bahwa perempuan lebih pantas untuk memerankan fungsi domistik, yaitu mengurus keluarga dan anak-anak, sedangkan laki-laki di asumsikan lebih pantas memerankan fungsi publik, yakni untuk mencari nafkah penopang keluarga. Hal ini tentu menjadikan ruang gerak perempuan terbatas. Perempuan kehilangan kesempatan untuk berekspresi di ruang publik. Padahal perempuan memiliki potensi yang besar untuk berekspresi dalam bentuk karya. Misalnya, hampir sebagian besar pengrajin batik di Madura adalah perempuan. Ibu Umairiyah adalah salah satunya. Beliau sudah 38 tahun menjadi pengrajin batik sejak usia Sekolah Dasar (SD). Namun, tidak semuanya mau dan mampu bertahan. Salah satu alasannya adalah faktor penghasilan. Banyak diantara pengrajin batik beralih menjadi TKI untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar dan pasti. Namun Ibu Umairiyah memilih tetap menjadi pengrajin batik untuk menjaga warisan kebudayaan yang telah turun-temurun dari nenek moyang dan memberdayakan pembatik perempuan lainnya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Selain itu, keterampilan yang terbatas untuk mengikuti perkembangan tren pasar, seperti memanfaatkan digital marketing dan menyesuaikan desain dengan keinginan pasar menjadi masalah tersendiri. Isu gender, penurunan jumlah pembatik, dan keterbatasan keterampilan pemasaran karya batik merupakan masalah yang perlu dituntaskan dengan sebuah inisiatif kolaborasi lintas generasi.

Indikator Sukses

1. Proyek Meltas Panjhelin dapat menghasilkan produk kain lilit batik Madura, 2. Proyek Meltas Panjhelin dapat memasarkan produk kain lilit batik Madura dengan teknik digital marketing, 3. Kain batik dapat memiliki nilai jual lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan penghasilan pengrajin batik perempuan Madura, 4. Proyek Meltas Panjhelin menghasilkan dokumen sejarah berupa foto-foto, teks, dan video tentang perbatikan di Madura dan mempublikasikannya secara online, 5. Proyek Meltas Panjhelin menghasilkan video dokumenter dari para pembatik perempuan Madura khususnya perjalanan mitra.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.259.845 Juta

Durasi Proyek

9 bulan