804 - Remo

Nama Inisiator

Lilian Arisianti

Bidang Seni

audiovisual

Pengalaman

2016 Penulis naskah dan astrada pentas tunggal Teater Bocah Kawan Kami, Surabaya. 2018 penulis naskah Eling film pendek, Tekotek Films Surabaya

Contoh Karya

KD2 (convert-video-online.com).mp4

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

Karya ini berupa film dengan durasi 80 menit, menceritakan kegelisahan dua orang pemuda, yang satu berprofesi sebagai pelatih hip-hop dan satunya lagi mahasiswa yang juga berprofesi sebagai penari balet profesional . Diceritakan jika keduanya telah sampai pada puncak karinya, namun merasa ada kekosongan jati diri sebagai warga negara Indonesia yang belum bisa menyumbangkan apa -apa untuk bangsanya. Ditengah kegalauan itu munculah ketertarikan mereka pada dunia Tari Remo. Sebagai anak muda yang paham tekhnologi mereka memanfaatkan tekhnologi sebagai media publikasi, dan saat itu juga Surabaya dipilih sebagai tuan rumah event internasional, sehingga banyak delegasi negara lain yang bertandang ke Surabaya, dan kedua anak muda tersebut mendaftarkan Tari remo sebagai tarian penutup event internasional, namun panitia menolak dan memilih Tari Reog Ponorogo, alasannya Reog pernah diakui oleh Malaysia sehingga kita harus menunjukkan pada dunia jika Tari Reog adalah milik Indonesia. Setelah ditolak, kedua pemuda itu memilih jalan sosial media sebagai aksi protes, dan lewat sosial media tersebut juga mereka dapat memperoleh banyak pendukung, mulai dari orang-orang kebudayaan, masyarakat umum, dan mahasiswa, sehingga Tari Remo bisa menjadi tarian utama setelah Tari Reog Ponorogo di acara tersebut. kedepannya setiap ada kunjungan kerja surabaya ke luar negri, tari remo dipilih sebagai bagian dari identitas Surabaya.

Latar Belakang Proyek

Film ini diangkat sebagai media arsip kebudayaan, dimana budaya bisa juga diarsipkan lewat karya film. Bertemakan kebudayaan Jawa Timur khususnya Surabaya (baca: Tari Remo). Film ini ingin mengangkat kembali Tari Remo di era keninian, yang kebanyakan anak muda kurang memiliki ketertarikan pada tari tradisional. Padahal tari tradisonal memiliki filosofi dan nilai kesejarahan yang tinggi. Tari tradisonal juga merupakan identitas kekayaan bangsa, sehingga kelestariannya perlu dijaga agar tidak lagi di klaim oleh negara asing. Di surabaya sendiri yang merupakan kota kelahiran Remo, tarian tersebut kurang diminati sehingga bunyinya hanya sayup-sayup. Berangkat dari pokok permasalahan tersebut, diharapkan film ini bisa kembali menggugah hati para remaja khususnya siswa dan mahasiswa untuk kembali melestarikan tarian tradisional, dan mempromosikan tari tradisonal hingga kemanca negara, sehingga dari kebudayaan ini, dapat menarik wisatawan untuk mengunjungi Indonesia. Selain itu, munculnya Film ini juga diharapkan sebagai stimulus untuk kebermunculan film-film yang bertemakan kebudayaan dan pendidikan. Sehingga masyarakat khususnya remaja dan anak-anak dapat memperoleh tontonan yang memberikan tuntunan dengan efek jangka panjangnya adalah rasa nasionalisme yang semakin kuat. Film seperti itu sangat dibutuhkan sebab melihat SDM dari Indonesia yang tinggi dengan kisaran umur "muda".

Masalah yang Diangkat

Tari Remo yang merupakan tarian asli Surabaya, merupakan tari yang merepresentasikan kebudayaan masyarakat arek, dimana masyarakat tersebut memiliki watak yang berani, tegas, pantang menyerah, dan Tangguh. hal tersebut terlihat dari pola karakteristik tarian tersebut, namun di era kekinian ini, tarian tersebut kurang diminati oleh masyarakat .Hal ini terbukti dengan semakin redupnya gaung dari Tari Remo, penyambutan tamu yang dulunya menggunakan tari remo pun sekarang beralih pada hal-hal lain. Berangkat dari masalah tersebut hal yang ingin diangkat adalah masalah kebudayaan, dan penanaman rasa nasionalisme dikalangan pemuda. Dalam film ini pun turut diberikan nilai-nilai sopan santun antara anak dan orang tua, dimana seorang anak tidak boleh melawan orang tuanya (baca: ibu). Film ini juga turut memberikan pandangan kepada mahasiswa, sebagai agent of change ia pun tidak boleh lalai dari kebudayaannya.

Indikator Sukses

Ditonton oleh 30.000 pengguna Youtobe. Roadshow film di 5 kota (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Malang, dan Surabaya). 5 kali Bedah Film. Masuk pada bioskop lokal.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.300 Juta

Durasi Proyek

3 bulan