764 - Potret Bayang-bayang Mutilasi Genital Perempuan Nusantara

Nama Inisiator

Rakhmawaty La'lang

Bidang Seni

lainnya

Pengalaman

6 tahun

Contoh Karya

ramadhan di balik jeruji.jpeg

Kategori Proyek

perjalanan

Deskripsi Proyek

Cukup mudah untuk menemukan beragam referensi terkait praktik sunat perempuan. Beragam artikel, berita, buku, dan karya ilmiah dapat kita jumpai. Namun berbeda halnya saat kita mencari referensi gambar untuk isu sunat perempuan di Indonesia. Yang muncul hanyalah gambar dokumentasi pribadi dengan kualitas gambar seadanya, gambar grafis, maupun ilustrasi foto hasil karya fotografer asing. Itupun paling banyak bersumber dari negara lain. Sebuah Idiom mengatakan, “Seing is Believing” maka dari itu saya merasa perlunya ada riset lapangan yang disampaikan secara fotografis dengan pendekatan documentary. Untuk menelusuri budaya khitan perempuan di kalangan masyarakat di Enam Provinsi yang terindikasi dengan praktik sunat perempuan tertinggi. Dan kemudian akan dirangkum dalam sebuah buku fotografi dengan rangkaian diskusi kesehatan dan gender. Sehingga diharapkan menjadi salah satu langkah untuk mengedukasi masyarakat melalui gambaran konkrit praktek sunat perempuan itu sendiri.

Latar Belakang Proyek

Masih lekat dalam ingatan saya, bagaimana hari itu saya harus duduk di tengah para wanita dengan iringan alat music tradisional. Suasana iringan music, orang-orang bercelotah disekeliling saya dan Ibu yang sibuk menenangkan saya sambil sesekali merapal doa-doa pendek di telinga saya yang setengah menangis. Dalam pangkuan Ibu, saya berbaju Bodo ( baju tradisional masyarakat bugis) berhadapan langsung dengan seorang Ibu Paruh Baya yang sudah siap dengan perlengkapannya. “jangan takut, ini gak sakit kok” ujarnya dalam bahasa daerah. Wajahnya tenang, setenang suaranya yang menuntun saya mengucap kalimat Syahadat, ia pun mengambil sembilu bambu seukuran silet berbentuk jajaran genjang yang sangat tipis dan mulai mengarahkannya kedalam sarung yang saya kenakan. Tangisku pecah, ibu memeluk erat. Dan dilanjutkan makan siang untuk para tamu yang hadir dalam upacara sunat dihari itu. Hingga pada saat dibangku kuliah saya mendapati fakta bahwa World Health Organisation (WHO) mendefinisikan sunat perempuan sebagai “Tindakan memotong ataupun melukai sebagian atau seluruh alat kelamin wanita dengan alasan non-medis” tindakan tersebut dilakukan lebih karena nilai sosial, tradisi, dan agama. Sunat perempuan dipandang sebagai upaya untuk menjaga kehormatan keluarga, moral perempuan, & bentuk penerimaan sosial. Meski secara medis belum dapat di temukan manfaatnya. Praktek sunat perempuan terus dijalankan secara turun temurun sebagai tradisi.

Masalah yang Diangkat

Berdasarkan data UNICEF tahun 2015, Indonesia menjadi Negara ketiga terbesar yang mempraktekkan sunat pada Perempuan setelah Negara Gambia dan Mauritania. Dan di Indonesia sendiri, 49% anak perempuan dibawah usia 15 tahun menjalani sunat. Peran pemuka agama, tokoh masyarakat, dan orang yang lebih dituakan sangat berperan dalam praktik sunat perempuan, yang menjadikan wanita sebagai subordinat. Tidak adanya standard dalam prakteknya.mulai dari tata cara, alat yang digunakan, hingga prosedur yang dilakukan. Resiko kepada subjek berupa pendarahan,infeksi, masalah urinasi, traumatik, hingga kematian bisa saja terjadi. Meski sebagian besar praktiknya di Indonesia hanya berupa Simbolisasi. Dalam hal ini yang perlu penulis garis bawahi adalah bagaimana mereka merespon praktek ini terhadap diri mereka dan keturunannya kelak. Apakah mereka benar merasakan efek positifnya? atau justru efek negatif seperti yang di utarakan WHO benar, bahwa sunat pada perempuan dapat menyebabkan mati rasa sehingga perempuan tidak dapat merasakan kenikmatan saat berhubungan? Apakah mereka mengkomunikasikan hal itu kepada pasangannya? Dan apakah dampak itu akan mempengaruhi keputusan mereka terhadap anak perempuannya.

Indikator Sukses

1. Karya yang dituangkan dalam bentuk buku fotografi dan rangkaian diskusi ini dapat menjadi salah satu referensi visual maupun sebagai dokumentasi otentik dari pihak-pihak terdampak praktik sunat di beberapa wilayah Indonesia. 2. Diharapkan nilai-nilai yang telah disampaikan dan terdokumentasikan ini dapat mengedukasi masyarakat sehingga mampu untuk memotivasi para perempuan untuk lebih terbuka dan lebih kritis atas kesehatan seksual, hak reproduksi dan hak tubuhnya. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Kementerian kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Majelis Ulama Indonesia dan sejumlah lembaga terkait untuk meregulasi praktik sunat bagi anak perempuan di Indonesia.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.166 Juta

Durasi Proyek

9 bulan