552 - Jamu untuk Kesehatan dan Pemberdayaan Komunitas

Nama Inisiator

Ismi Rinjani Adriani

Bidang Seni

kuliner

Pengalaman

9 bulan

Contoh Karya

DSC02414.JPG

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

Proyek ini dimaksudkan selain melestarikan tradisi meracik jamu (tradisi pengobatan alami), juga untuk menghidupkan kembali etos kerjasama di dalam komunitas. Dalam proyek ini saya akan melakukan kolaborasi dengan ahli-ahli pembuat jamu yang umumnya perempuan yang ada di D.I Yogyakarta, lalu melibatkan berbagai komunitas seperti komunitas perempuan lokal, komunitas anak-anak muda yang tertarik untuk menghidupkan kembali tradisi bercocok tanam bahan-bahan jamu alami dan komunitas yang mengelola dan memasarkan produk ini dengan cara kreatif dan alternatif (yang lebih berorientasi pada pasar komunitas). Selain itu, saya akan bekerjasama dengan fotografer dan videografer untuk merekam kegiatan riset, workshop dan praktek meracik jamu maupun bercocok tanam. Juga, akan berkerjasama dengan seniman perupa yang akan terlibat dalam desain maupun ilustrasi buku-buku, poster, kaos, dan tote bag. Terakhir, kerjasama juga akan dilakukan dengan Bumi Langit Institute mengingat adanya kesamaan ide maupun tujuan.

Latar Belakang Proyek

Gaya hidup masa kini seakan memutus ingatan dan pengetahuan akan pengobatan alami, dalam hal ini adalah jamu. Dahulu, perempuan biasa membuat jamu sendiri, dengan kata lain perempuan berada di posisi sebagai "healer" dalam keluarga ataupun komunitasnya. Selain itu, perempuan juga di sini punya ruang kemandirian. Di zaman modern dan industri, produksi obat umumnya dikuasai perusahaan-perusahaan farmasi besar, yang berakibat hilangnya kemampuan perempuan untuk meracik jamu dan kehilangan pekerjaannya. Hal lain yang tidak kurang penting, dalam tradisi pembuatan jamu yang biasanya bersifat alami adalah penghargaan dan pelestarian pada alam maupun lingkungan hidup. Akibat dari terputusnya pengetahuan dan tradisi ini, pemahaman akan kearifan lokal dan tradisi meracik obat-obatan yang bersifat alami tergerus, sehingga generasi mendatang akan terdampak baik dari segi wawasan maupun kesehatan tubuhnya sendiri. Hari ini masih ada praktek pembuatan jamu, tapi sudah mengikuti pola industri di mana kualitas dan kemurnian bahan-bahan sulit untuk diyakini kebenarannya. Dengan usaha untuk mensosialisasikan kembali pengetahuan dan praktek peracikan jamu di lingkungan sendiri (keluarga & komunitas), kita sebetulnya sedang berusaha menyelamatkan bukan saja tradisi dan pembuatan jamu yang bersifat alami, juga melindungi lingkungan hidup dan menyelamatkan generasi yang akan datang.

Masalah yang Diangkat

Dengan cara berpikir dan gaya hidup modern yang cenderung individualistis, praktis dan pragmatis, tradisi meracik obat sendiri dianggap memberatkan. Kemudian, kesadaran untuk menjaga lingkungan hidup juga melemah karena orientasi gaya hidup industrialis adalah profit. Dengan mempraktekkan kembali tradisi meracik jamu untuk keperluan keluarga dan komunitas, jelas akan membangkitkan kesadaran dan gaya hidup yang selaras dengan alam sehingga lingkungan hidup akan terjaga dan menempatkan perempuan di posisi yang akan dihormati kembali. Menyinggung kebiasaan/gaya hidup anak muda masa kini yang cenderung individualistis, instan, dan menggantungkan diri kepada teknologi, tradisi pembuatan jamu pun dianggap sesuatu yang ketinggalan zaman dan nggak keren. Padahal, tradisi ini yang akan memberikan kesempatan kembali untuk manusia bisa berhubungan dan mengapresiasi kembali alam dan lingkungan hidup. Kerjasama antar anggota keluarga maupun dalam komunitas pun akan kembali terjalin yang akan mengingatkan manusia pada prinsip keterhubungan atau saling keterkaitan yang merupakan prinsip dasar alam semesta.

Indikator Sukses

Indikatornya adalah ketika peserta workshop (berbagai komunitas) bisa memproduksi berbagai macam jamu dan mengomunikasikannya ke komunitas-komunitas lain. Lalu, produk-produk lainnya seperti buku, poster, kaos dan tote bag dibeli oleh publik (dalam pengertian pengetahuan tentang jamu bisa disebarluaskan). Dan anggota komunitas-komunitas mulai mengonsumsi selain mempraktekkan pembuatan jamu sendiri.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.110 Juta

Durasi Proyek

8 bulan