450 - Pertiwi Nuswantara

Nama Inisiator

Lisa Febriyanti

Bidang Seni

sastra

Pengalaman

9 tahun

Contoh Karya

contoh karya Lisa Febriyanti.jpg

Kategori Proyek

lintasgenerasi

Deskripsi Proyek

Proyek ini memiliki misi untuk menceritakan secara lebih mendalam peran para perempuan Nuswantara di era pra Indonesia. Melalui kajian seni dan budaya, berupaya mewujudkan sosok-sosok pertiwi yang lebih banyak dikenal sebagai nama, tanpa banyak bertutur tentang keterlibatan peran dalam tata kelola negara dan penggambaran sosok. Proyek ini memperjuangkan makna besar kekuatan para perempuan menyangga tugas-tugas semesta di balik kebesaran nama Raja-Raja Nuswantara. Tiga sosok perempuan yang hendak diproyeksikan dalam proyek ini adalah Ken Dedes (Era Singosari), Tribuwana Tunggadewi (Era Majapahit) dan Retna Dumilah (Era Mataram). Di satu sisi mereka diagungkan sebagai perempuan mulia, tetapi pencitraan sebatas sebagai Ratu, tak banyak berkisah tentang peran kekuatan yang mereka miliki. Penggalian data mengenai peran ketiga sosok akan diwujudkan dalam bentuk pembuatan rancangan dan perwujudan 3 dimensi para tokoh, termasuk busana yang dikenakan di masing-masing era tersebut, pembuatan katalog seni tentang peran sentral para sosok, pameran dan diskusi peran para tokoh dalam ikut menyangga keberlangsungan sejarah. Peran dan perwujudan sosok ini menjadi penting bagi generasi selanjutnya dalam memahami sejarah Nuswantara yang melibatkan perempuan sebagai tokoh yang "dikecilkan" maknanya oleh sejarah itu sendiri.

Latar Belakang Proyek

Saya banyak membaca dan berdiskusi tentang sejarah Nuswantara. Saya menemukan nama-nama perempuan mulia di berbagai era pra Indonesia. Namun, peran mereka seperti tenggelam oleh kebesaran laki-laki yang menjadi penguasa di era tersebut. Ken Dedes, dikenal sebagai prameswari Ken Arok yang melahirkan raja-raja besar. Prameswari dan melahirkan. Itu saja peran yang diceritakan. Di kepala saya bertanya seperti apa sosok dan peran Ken Dedes yang sebenarnya, sehingga bisa menyangga kejayaan kerajaannya? Tentu bukan peran yang kecil. Dalam tradisi Jawa, seorang yang disebut perempuan mulia, bukan dipilih hanya karena kecantikannya, tetapi ada kekuatan dalam diri yang bisa diteladani. Pertanyaan saya hinggap juga pada Maharatu Tribuana Tunggadewi yang dianggap pengisi kekosongan posisi Putra Mahkota yang saat itu belum dewasa. Padahal di masa beliau lah, gerbang kejayaan Majapahit terbuka. Terlebih lagi pertanyaan saya jatuh pada sosok Retna Dumilah, prameswari Panembahan Senopati, yang dikenal sebagai nama sebuah jalan di Yogyakarta, tanpa banyak yang mengetahui bahwa Retna Dumilah adalah seorang panglima perang. Peran-peran seperti inilah yang ingin saya angkat untuk menjadi pembelajaran di lintas generasi mengenai sosok pertiwi yang menyangga buwana. Bahkan Nuswantara sesungguhnya memuliakan para sosok perempuannya, namun jeda ruang, waktu dan “kekalahan” posisi perempuan menjadikannya silam di balik kemegahan Sang Penguasa.

Masalah yang Diangkat

Hibah ini merupakan perjuangan atas keterkaitan sejarah Nuswantara dengan Indonesia era kini. Perwujudan sosok perempuan dalam bentuk 3 dimensi termasuk jenis dan gaya busana yang digunakan, sekaligus bisa ikut menceritakan mengenai budaya di era-era yang diproyeksikan. Melalui peran pertiwi-pertiwi Nuswantara, kita semua akan semakin terbuka mata akan kekuatan para perempuan sejak era pra Indonesia dan menjadi teladan kisah untuk diteruskan dari generasi dan generasi. Bukankah hidup sesungguhnya adalah melanjutkan sejarah?

Indikator Sukses

Keberhasilan dalam proyek ini terindikasi melalui terwujudnya gambar, tuturan kisah dan bentuk 3 dimensi yang menggambarkan karakter, busana, tata rias, hingga perlengkapan (asesoris) yang digunakan oleh para sosok di zamannya yang dibuat di era kini. Wujud tersebut didapatkan melalui penelaahan data dari berbagai sumber primer dan sekunder dalam merancang karakter, peran dan perwujudan sosok hingga mengupayakan perwajahan yang menggambarkan karakter. Pameran dalam wujud yang nyata serta pendalaman kisah-kisah tersebut bisa dilihat oleh lintas generasi menjadi pembelajaran peran penting dari para sosok di era masing-masing untuk era kini.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.360 Juta

Durasi Proyek

8 bulan