352 - Unagi Kabayaki of Chimu Josei

Nama Inisiator

TRIWIK JATU PARMANINGSIH

Bidang Seni

kuliner

Pengalaman

3 tahun

Contoh Karya

CIPTA.rar

Kategori Proyek

riset_kajian_kuratorial

Deskripsi Proyek

Indonesia merupakan daerah yang kaya akan hasil alamnya, seperti ikan sidat atau yang lebih dikenal pasar internasional dengan “unagi”. Berdasarkan penelitian, ternyata 18 dari spesies sidat yang ada di dunia 12 diantaranya ada di Indonesia. Sidat disebut juga dengan “emas’ oleh warga Jepang karena sudah menjadi menu tradisional wajib sejak abad 17. Pasar Jepang sangat terbuka lebar karena pada tahun 2000 supply unagi mencapai 160ribu ton/tahun dan 130ribu ton dipenuhi dari impor. Nelayan lokal di Jabar misalnya menjual benih “emas” ini seharga Rp400.000/kg yang berisi sekitar 5000 benih, sedangkan nilai ekspornya bisa mencapai Rp1juta lebih/kg. Emas ini memiliki kandungan energi mencapai 220 kkal/100gr, vitamin A 4700IU/100gr atau 7 kali lipat telur ayam dan 45 kali lipat susu sapi. Vitamin B1 setara 25 kali lipat susu sapi, vitamin B2 setara 5 kali lipat susu sapi. Dibandingkan salmon, DHA dari “emas” ini unggul dengan 1337mg/100g dan EPA 742mg/100g. Budaya makan “unagi” ini juga harus memasyarakat di homeland unagi sendiri, sebagai bentuk partisipasi dalam gerakan makan ikan dan mencerdaskan bangsa. Budaya tersebut tertuang dalam konsumsi rutin Unagi Kabayaki dan Unagi Shirayaki yang dapat dengan mudah dikreasikan oleh konsumen, seperti Unagi Spaghetti, MPASI unagi, dan sebagainya.

Latar Belakang Proyek

Sebuah pergerakan perubahan menuju seni dan pengetahuan baru yang mendasarkan pada gagasan : openess, peering, share dan act globaly. Ke-4 hal tersebut telah menjadi pilar dan menjadi sebuah doktrin bisnis baru : Wikinomics dengan Mass Collaboration. Blue Ocean Strategy adalah strategi untuk mencari peluang baru dengan inovasi. Program yang diusulkan : integrasi rantai proses produksi sesuai dengan protokol buyer [Jepang] hingga radical marketing (baca : olahan ikan sidat berupa unagi kabayaki dan unagi shirayaki) pada sebuah kearifan lokal Indonesia yang diminati oleh Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Tiongkok yaitu Anguilla Bicolor (sidat). Rekayasa pasar pada awalnya dikendalikan oleh Chimu Unagi Josei (Siwi, Jatu, Nurul), saat ini telah dipertemukan dengan buyer Mr. Masaaki Oishi (Suzukatsu Co. Ltd Jepang). Permasalahan utama dalam menjaga dan mengembangkan market adalah sustainability, cost and delivery time serta added value pada produk. Produksi sidat atau "unagi" sangat berpengaruh pada cuaca dan kondisi air sehingga perlu dibuat rekayasa teknologi produksi untuk mendapatkan hasil maksimal. Group Riset Sidat jurusan Biologi FMIPA UNS (dipimpin oleh Dr. Agung Budiharjo) telah melakukan rekayasa teknologi produksi dimulai dari teknologi pakan, pembesaran glass eel sampai adulteel; dimana hasil riset yang dilakukan telah standart dengan protokol kualitas produk sidat yang diekspor ke Jepang [standarisasi oleh Shigerland Co. Ltd].

Masalah yang Diangkat

Sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia melimpah. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya spesies unagi yang ditemui di perairan Indonesia. Ikan yang diincar pengusaha perikanan Jepang tersebut bisa hidup di air tawar dan air asin sekaligus. Harga unagi di pasar internasional Jepang terbilang fantastis dan dapat mengucurkan yen ke kantong pengusaha perikanannya. Harga unagi spesies marmorata ukuran konsumsi saja bisa mencapai Rp 300.000,-/kg. Permintaan pasar ekspor di Jepang, benih unagi atau glass eel bisa menembus harga Rp 60 juta/kg, sedangkan pasar lokal Rp 3,5-4,5 juta/kg. Namun disayangkan sumber daya kelautan dan perikanan yang menggiurkan ini belum banyak diketahui oleh nelayan di daerah-daerah penghasil benihnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengenalan lebih dalam mengenai gizi dan potensi pasar unagi kepada nelayan di daerah bersangkutan seperti pengadaan workshop. Workshop yang diadakan diharapkan dapat membentuk suatu pola berkelanjutan meliputi saling bertukar pengalaman dengan nelayan mengenai cara tangkap, budidaya, sampai pengolahan hasil. Workshop yang berhasil akan dapat membentuk petani plasma atau paguyuban nelayan sidat yang diharapkan juga dapat menyalurkan hasil tangkapan atau budidayanya ke pasar, sehingga perekonomian nelayan dapat meningkat. Salah satu kelompok yang terbentuk adalah Paguyuban Nelayan Sidat Glasello dari daerah Lorok Pacitan Jawa Timur.

Indikator Sukses

1. Gizi ikan sidat sudah teredukasi ke seluruh lapisan masyarakat mulai dari kalangan menengah ke bawah dan menengah ke atas. 2. Nilai ekonomi tercermin dari kesejahteraan petani plasma di daerah-daerah penghasil sidat yang semakin meningkat. 3. Nilai penjualan yang tercapai sesuai dan atau melebihi target. 4. Tercipta pasar lokal dan internasional untuk unagi kabayaki dan shirayaki.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.660 Juta

Durasi Proyek

9 bulan