Kategori Proyek
perjalanan
Deskripsi Proyek
"Nomad's Land" adalah karya parodi partisipatoris dengan medium gabungan antara seni performans, instalasi, dan video yang membicarakan tentang buruknya sistem pendidikan formal dan kebiasaan sehari-hari masyarakat Indonesia, terutama di pulau Jawa, dalam melihat isu agama dan pekerjaan yang ideal. Segala konten teks di dalam karya ini dibuat menggunakan bahasa Indonesia yang dilengkapi dengan berbagai kata serapan yang disajikan campur menggunakan aksara asli India (Sanskrit dan Tamil), Cina, Arab, Belanda dan Portugis. Berbagai bentuk kata serapan yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia ini diajarkan di sekolah formal sejak SD hingga pendidikan tertinggi wajib belajar 12 tahun secara hafalan dan tanpa sadar masih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam formulir pendaftaran Cartao Tandha Pendatang juga terdapat dua jenis kuis untuk menilai pekerjaan dan ketaatan (pengganti kolom agama) yang cocok untuk para pemohon yang akan dinilai oleh petugas dari Sambunghambar untuk setiap Cartaonya. Nomad's Land pertamakali diadakan pada penghujung tahun 2017 di Yogyakarta dalam rangkaian acara Biennalle Jogja dan ingin disebarkan seluas-luasnya di beberapa kota besar seperti Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Hasil akhir dari penyebaran ini akan didokumentasikan dalam bentuk buku kecil berjudul Kamus Kecil Kata Serapan Bahasa indonesia.
Latar Belakang Proyek
Saat ini isu agama dan pekerjaan ideal masih saja menjadi topik yang hangat diperbincangkan sehari-hari serta seringkali digunakan sebagai alat politik oleh oknum-oknum penguasa untuk mengontrol masyarakat. Kurangnya sikap kritis dan pengaruh besar media massa membuat kita lupa bahwa masih banyak permasalahan pendidikan di kota-kota besar yang selalu menjadi contoh untuk daerah yang lebih terpencil. Banyak anak petani yang ingin merantau ke kota besar dengan impian menjadi pegawai atau insinyur berakhir kecewa dan kembali dengan lahan yang telah dijual untuk modal, atau sesederhana obrolan pada pertemuan keluarga yang tidak jauh dari pembicaraan tentang pekerjaan idaman untuk anak dan pasangan yang harus seagama. Kebiasaan ini telah terbentuk sejak lama dan memicu banyak konflik baik di dalam ruang pribadi maupun lingkup yang lebih luas. Pengkotakkan agama semakin terlihat jelas di dalam kehidupan sosial dan isu-isu sosial timbul dan tenggelam tanpa arah yang jelas dan terus berganti dengan inti permasalahan yang sama saja. Padahal, dalam sejarahnya masyarakat kita sendiri dibentuk dengan percampuran budaya yang sangat beragam dan hampir tidak ada yang benar-benar asli. Ini terlihat dari bagaimana kita berpakaian, berbicara, hingga menyebut nama berbagai benda. Hal-hal ini sangat sedikit disinggung di pendidikan formal dan seperti disengaja dibuat untuk tidak dimengerti atau dianggap salah.
Masalah yang Diangkat
Setelah 20 tahun lepas dari pemerintahan orde baru, masyarakat kita, terutama generasi muda, belum siap untuk menjadi mandiri dan banyak dijejali dengan berbagai kemajuan teknologi informasi. Kebiasaan didikte sejak kecil dan ekosistem informasi digital yang sangat cepat perpindahannya tidak tersaring dengan sikap yang kritis. Ini membuat kita mudah terpengaruh mentah-mentah dan lupa dengan apa yang telah membentuk kita sejak awal. Kata serapan adalah produk terkecil dari percampuran budaya yang membentuk masyarakat sekarang namun jarang sekali didiskusikan atau dikaji lebih jauh. Sejak dulu, dalam materi ajar bahasa Indonesia formal, 'Kwitantie' selalu menjadi versi yang salah dari kata 'Kuitansi'. Tapi kita tidak pernah diberitahu bahwa 'Kwitantie' adalah bahasa Belanda yang masuk ke Indonesia saat Belanda menduduki Hindia Belanda dan berkontribusi banyak dalam pemberian istilah-istilah administrasi yang masih banyak kita gunakan sampai saat ini. Kita juga tidak banyak tahu bahwa lima dari tujuh nama hari dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab kecuali Sabtu dan Minggu untuk menghormati mereka yang beribadah di hari Sabtu dan Minggu (berasal dari bahasa Portugis, Sabado dan Domingo). Dari hal kecil ini kami ingin mengingatkan para pelajar dan kelompok terdidik untuk sadar akan identitasnya dan mulai mencari sendiri kepingan-kepingan sejarahnya yang bisa saja dimulai dari lingkungan terdekat.
Indikator Sukses
Karya tersebar di Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Tidak menutup kemungkinan kota lainnya namun butuh durasi yang lebih panjang. Dan selesainya buku Kamus Kata Serapan Bahasa Indonesia
Dana yang Dibutuhkan
Rp.200 Juta
Durasi Proyek
7 bulan