306 - Eksplorasi Tapis non-Pakaian di Rumah Ciprut

Nama Inisiator

SITI NUR AISYAH

Bidang Seni

kriya

Pengalaman

6 Tahun

Contoh Karya

TAPIS - Ciprut Craft02.pdf

Kategori Proyek

akses

Deskripsi Proyek

Upaya untuk menumbuhkan kembali kecintaan masyarakat terhadap kekayaan Budaya Lampung. Pendekatan dilakukan lewat kerajinan, khususnya menggunakan Kain Tradisional Lampung yaitu Kain Tapis. Diawali dengan membangun Rumah Ciprut, yaitu sebuah tempat yang dapat dijadikan ruang bertemu dan bertukar pikiran, tempat untuk belajar, mengasah dan memanfaatkan kreativitas dan keterampilan. Selanjutnya, akan diadakan Workshop yang dibagi menjadi 2 sesi,-masing2 terdiri atas 30 peserta,-sekaligus Sosialisasi kepada masyarakat mengenai keberadaan Rumah Ciprut. Dari 60 peserta tersebut, dipilah lagi menjadi 12-15 peserta yang memiliki minat akan kerajinan tangan untuk kemudian bersama-sama selama 6 bulan kedepan berproses dan menciptakan karya kreatif non-pakaian dengan Kain Tapis. Proyek ini nantinya diakhiri dengan “Pameran Eksplorasi Tapis non-Pakaian Hasil Karya Perempuan Lampung”. Untuk keberlanjutan jangka panjang, Rumah Ciprut nanti akan dikelola dan dikembangkan melalui berbagai program. Mulai dari kunjungan anak sekolah, sebagai etalase kreatif karya seni, kerjasama dengan hotel dan tempat wisata, sampai menjadi salah satu rujukan tempat oleh-oleh non-makanan khas Lampung. Generasi muda menjadi sasaran utama dalam proyek ini. Berlandaskan semangat menjunjung warisan budaya dengan mengedepankan kreatifitas dan inovasi. Salah satu poin penting lainnya yaitu tidak “kaku” dalam proses komunikasi, maka kami percaya seni budaya khas daerah dapat terus terjaga kelestariannya.

Latar Belakang Proyek

Saya adalah seorang crafter dan memiliki usaha mandiri membuat aneka craft, -mulai dari plushie/boneka, souvenir, pouch, cushion pillow, sampai ke tas buatan sendiri- dengan branding Ciprut Craft sejak tahun 2012. Februari 2017, saya mengikuti Lomba Inovasi Tapis dalam gelaran Tapis Evolution 2017 yang ditaja Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi. Dengan riset sederhana ala googling, saya mulai mempelajari kain Tapis. Dari situ saya mulai tertarik. Tapis Lampung ternyata sarat filosofi. Namun karena kurang tereksplornya nilai yang terkandung dalam kain Tapis, membuat kain ini lebih banyak dikenal sebagai kain hiasan saja. Desainer Lampung, Aan Ibrahim menilai rasa memiliki warga Lampung akan Tapis terancam hilang. “Daya pakai Tapis kurang. Kalau tidak ada acara yang mengharuskan memakai Tapis, ya tidak dipakai. Alhasil Tapis hanya dipakai sebagai pajangan atau souvenir. Padahal Tapis memiliki kans diolah menjadi bermacam barang,” tuturnya. Saya tertarik dan mulai mencoba membuat beberapa benda non-Pakaian menggunakan katun Tapis Prada, yaitu kain katun dengan motif tapis. Ternyata responnya bagus, banyak yang tertarik dan menanyakan soal Tapis ini. Yang membuat miris, banyak yang tidak tahu kalau Tapis adalah kain khas Tradisional Lampung. Hal inilah yang mendasari saya untuk menggagas proyek ini. Kali ini saya akan mencoba menggunakan Kain Tapis asli Lampung.

Masalah yang Diangkat

1) Generasi muda perlu diajak mengenal kembali kekayaan daerahnya, dengan menyesuaikan kondisi saat ini. 2) Menghapus image bahwa Kain Tapis sebagai Kain Tradisional Lampung itu “berat” dan terkesan resmi. 3) Tidak adanya ruang untuk belajar dan mengeksplore ragam budaya secara asyik dan menyenangkan. 4) Tidak adanya bentuk lain dari Tapis selain pakaian dan hiasan dinding sebagai warisan budaya hasil karya kreatif generasi muda saat ini.

Indikator Sukses

1) Terbangunnya Rumah Ciprut. 2) Berjalannya workshop dengan target minimal 8 kali pertemuan. 3) Berubahnya mindset 12 perempuan yang mengikuti kegiatan di Rumah Ciprut menjadi lebih percaya diri, memiliki semangat berkolaborasi dan mandiri dalam berkarya. 4) Terselenggaranya “Pameran Eksplorasi Tapis non-Pakaian Hasil Karya Perempuan Lampung” di Rumah Ciprut. 5) Tumbuhnya kecintaan masyarakat khususnya generasi muda terhadap kekayaan Budaya Lampung. Dapat dilihat dari diterimanya hasil karya Rumah Ciprut di pasaran. 6) Memiliki sistem berkelanjutan dalam mengembangkan kriya guna mendukung pelestarian seni budaya. 7) Menjadi tempat rujukan dalam memfasilitasi perempuan untuk berkarya.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.378 Juta

Durasi Proyek

9 bulan