Nama Inisiator
Made Ayu Aryani Sukma Putri
Bidang Seni
kuliner
Pengalaman
6 tahun
Contoh Karya
BROSURjadi.jpgKategori Proyek
riset_kajian_kuratorial
Deskripsi Proyek
Proyek 2 tahun ini bertujuan membangun kembali keberdayaan dan ketahanan hidup abdi-dalam perempuan Keraton Kasunanan Surakarta yang saat ini menghadapi ancaman kemiskinan, kemunduran profesi, serta terputusnya alih-pengetahuan ke generasi berikutnya akibat dari kesulitan keuangan dan konflik internal keraton yang telah berlangsung bertahun-tahun. Proyek terdiri dari 3 Tahap Transformasi. Pada Tahap I kami akan bekerja dengan para juru pawon dan para ahli sejarah kuliner untuk menghimpun, mendokumentasikan, mengkaji, dan membuat utuh kembali aneka pengetahuan dan ketrampilan yang saat ini tercerai-berai tentang seni masak maupun kebudayaan lain yang terkait, seperti ilmu kesehatan, pertanian, falsafah, dan lain-lain. Di Tahap II kami akan bekerja dengan para juru pawon untuk mengkurasi pengetahuan dan ketrampilan itu, termasuk dengan memadukannya dengan kesenian lain ( tembang, tari, bahkan seni memanah), untuk menghasilkan wisata budaya kuliner nan relevan bagi masyarakat masa kini yang kembali mencari pengalaman budaya otentik. Pada Tahap III, kami akan memberikan pelatihan kewirausahawanan bagi para juru pawon dan dari wisata kuliner itu akan bersama-sama membangun usaha sosial (social enterprise) yang akan menciptakan kemandirian, kemakmuran dan keberlanjutan bagi dirinya maupun komunitasnya. Hibah yang kami ajukan untuk mendukung Transformasi Tahap I dan II dengan perhitungan bahwa pada Tahap III, para juru pawon sudah memiliki ketrampilan untuk memodali usahanya sendiri.
Latar Belakang Proyek
Dari segala perwujudan budaya manusia, mengolah hasil bumi, memasak, dan menghidangkan sajian bukan cuma merupakan salah satu keterampilan manusia yang tertua, tapi juga yang paling sering dikaitkan dengan peran perempuan. Catatan tentang aneka hasil bumi dan masakan di Nusantara sudah bisa kita pelajari pada puluhan prasasti dari seribu tahun lalu hingga dalam naskah seperti Negarakretagama (1365 M) yang disusun Empu Prapanca pada puncak kejayaan Majapahit. Serat Centhini (1814-1823 M), ensiklopedia kebudayaan Jawa terpenting, bahkan memuat tak kurang dari 411 jenis makanan dan minuman dalam 3112 halamannya. Semua memperlakukan bahan makanan, seni masak, dan tata-saji bukan cuma sebagai percerminan identitas, adat-istiadat, dan sejarah suatu kelompok atau daerah, tapi juga tingkat peradaban yang dicapai oleh masyarakatnya. Di kalangan Keraton, derajat itu bahkan terlihat pada keberadaan aneka pawon (dapur) yang dibedakan jenisnya berdasarkan pihak yang dilayani (raja atau prajurit) maupun fungsinya (e.g., membuat hidangan makan atau sejasi upacara adat). Maka, pawon ibarat sebuah mikrokosmos --sebagai tempat bertemunya berbagai kalangan (petani, nelayan, pedagang, juru masak, majikan, dsb), tempat pertukaran (barang, keterampilan, nafkah, dsb), dan terjadinya peristiwa-peristiwa (produksi dan konsumsi, pengorbanan dan pemujaan, dsb). Ironisnya, walau perempuan secara tradisional dianggap berperan penting dalam semesta itu, mereka justru acapkali ditempatkan pada posisinya yang terendah.
Masalah yang Diangkat
Kolaborasi antara sejarah dan masakan bisa dikemas secara berbeda sehingga bisa menarik wisatawan untuk mengikuti program ini. Juru pawon bisa mempraktekkan kemampuan masaknya sekaligus menceritakan filosofi dari makanan tersebut dan dikolaboraksi dengan seni atau budaya lainnya seperti tari, tembang, atau yang lainnya. Wisatawan yang ingin mengetahui sejarah keraton bisa menikmati sejarah dengan cara yang menyenangkan. Trip ini akan dibuka untuk umum dan dilakukan secara bersambung sehingga wiasatawan bisa kembali lagi untuk mengikuti trip ini. Salah satu pawon yang ada di Keraton Surakarta adalah pawon Gondorasan. Pawon Gondorasan digunakan sebagai tempat untuk memasak kebutuhan sesajen maupun syukuran. Menu yang dimasak di pawon ini banyak yang jarang ditemui di tempat umum. Beberapa menu makanan hanya diperuntukkan digunakan dalam acara keraton. Di pawon ini terdapat 10 orang juru pawon aktif. Ketua pawon dijabat secara turun temurun. Saat ini regenerasi masih terjadi, tetapi dikhawatirkan untuk generasi berikutnya tidak ada yang bersedia melanjutkan. Budaya keraton dan menu makanannya terancam hilang. Salah satu hal yang mungkin menjadi sebab tidak adanya regenerasi di anak mudanya adalah kurangnya apresiasi terhadap juru pawon. Juru pawon dianggap sebagai pekerjaan yang kurang menarik secara pandangan umum dan finansial.
Indikator Sukses
1 Ada generasi muda penerus juru pawon yang sekarang. 2. Apresiasi terhadap juru pawon meningkat baik secara pandangan masyarakat maupun secara finansial. 3. Trip kuliner berlangsung secara berkelanjutan; 4. Berdirinya Social Enterprise yang dimiliki bersama dengan Juru Pawon Keraton
Dana yang Dibutuhkan
Rp.321.200 Juta
Durasi Proyek
8 bulan