1176 - Iki Aku Bangun Sekolah

Nama Inisiator

Vania Santoso

Bidang Seni

kriya

Pengalaman

3 tahun

Contoh Karya

heySTARTIC Brief Summary.pdf

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

Iki Aku Bangun Sekolah (IABS) percaya, seni budaya tidak bisa hanya diajarkan lewat teori, tetapi juga harus dialami langsung lewat bukti nyata. IABS hadir sebagai kolaborasi berbasis circular economy untuk merevitalisasi sekolah rusak sambil memproduksi kriya seni daur ulang dari sampah proses pembangunan, khususnya kantong semen disertai inovasi membatik. Mengapa kolaborasi? Karena Iki Aku adalah produk terbaru heySTARTIC, bisnis sosial yang berfokus pada inovasi daur ulang, sementara Bangun Sekolah adalah yayasan yang bertujuan merenovasi sekolah. IABS akan memberdayakan warga dengan pelatihan menghasilkan kriya daur ulang yang kembali mendukung proses belajar mengajar, seperti tas, tempat pensil, dan lainnya sebagai bukti nyata bentuk kesenian. Pelajar penerima produk juga mendapat pengayaan tentang inovasi membatik di kantong semen agar nilai jual produk meningkat dan mereka menghargai proses membatik. Menariknya, para pelatih batik ini merupakan warga di area eks-lokalisasi yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya, sehingga mereka berkesempatan mengaktualisasikan diri. Melalui pendekatan community-led yang menjadikan warga sebagai tenaga pengajar seni budaya, produksi, dan pembangunan, IABS menumbuhkan sense of belonging agar warga sadar, penyediaan sekolah beserta kebutuhannya merupakan tanggung jawab bersama. Setelah observasi lapangan, SMP Insan Muda Mulia di Pandeglang, Banten menjadi tempat implementasi pertama IABS, dengan rencana memanfaatkan momentum Hari Pendidikan Nasional, Mei 2018.

Latar Belakang Proyek

Berawal dari pertemuan santai di siang hari awal 2018, dua perempuan yang adalah pendiri heySTARTIC, Vania Santoso dan Yayasan Bangun Sekolah, Maria Harfanti menyadari kesamaan visi untuk saling melengkapi. Vania pernah merasakan suksesnya berjualan produk daur ulang di luar negeri, tetapi juga pernah gagal saat menjual di Indonesia. Vania akhirnya mengembangkan proyek sosial yang dijalankannya sejak 2005 menjadi bisnis sosial heySTARTIC di tahun 2014, berfokus pada inovasi produk fesyen eksotik ramah lingkungan. Salah satu produk unggulannya adalah daur ulang kantong semen yang hasil akhirnya menyerupai kulit. Maria Harfanti adalah Miss Indonesia 2015 yang juga menjadi 2nd Runner Up Miss World 2015. Melanjutkan proyek Beauty with a Purpose-nya yang sukses memberdayakan masyarakat lokal dan menjadi juara di ajang Miss World, Maria yang memiliki kepedulian tinggi di bidang pendidikan mendirikan Yayasan Bangun Sekolah sebagai wadah di bidang perbaikan sekolah-sekolah di kawasan tertinggal. Mengingat heySTARTIC memiliki kriya seni budaya yang inovatif, khususnya dari kantong semen dan akan meluncurkan produk baru Iki Aku sementara Bangun Sekolah akan melakukan revitalisasi sekolah yang juga menghasilkan sampah kantong semen, Vania dan Maria sepakat berkolaborasi untuk menghadirkan pendidikan seni budaya yang tidak hanya teori, tapi juga langsung dalam wujud nyata produk yang dapat dirasakan penerima manfaatnya.

Masalah yang Diangkat

Tiga isu utama: lingkungan, kesenian, pendidikan. 1. Kesadaran dan apresiasi masyarakat. Berdasarkan hasil jajak pendapat 2017 yang dilakukan heySTARTIC dengan dukungan U-Report dari UNICEF ke 2.000 lebih pemuda se-Indonesia, 91% mengaku pernah melihat produk daur ulang, tapi terjadi penurunan 20% ketika ditanya minat belinya. 55% menyatakan produk daur ulang kurang menarik dan kualitasnya meragukan. Data ini sejalan dengan fakta lapangan bahwa produk daur ulang kurang diminati masyarakat, sehingga akhirnya hanya terpajang menjadi "sampah" dalam bentuk lain. IABS mengajarkan inovasi daur ulang inovatif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 2. Pergeseran esensi batik. Banyak orang berpikir, batik hanya sekadar motif. Padahal, batik adalah proses. Karenanya IABS mengadakan praktek membatik langsung di kantong semen sebagai pendidikan seni budaya secara nyata bagi pelajar maupun masyarakat luas, termasuk pendaftar relawan program edukasi Bangun Sekolah. 3. Banyaknya sekolah rusak. Berdasarkan laporan UNICEF 2016, ada 2.500.000 anak Indonesia tidak dapat bersekolah, salah satu alasannya adalah fasilitas sekolah yang tidak memadai. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Serang mencatat setidaknya ada 4.000 ruang kelas yang kondisinya masuk kategori rusak berat di Banten tahun 2017. Lebih dari 1.000 ruang kelas SD sampai SMP terletak di Pandeglang, yang akhirnya menjadi lokasi pertama implementasi IABS.

Indikator Sukses

KUANTITAS 1. Jumlah warga lokal yang berpartisipasi aktif sebagai pekerja (produksi, konstruksi, pengajar seni budaya) 2. Jumlah pelatihan daur ulang dan inovasi membatik 3. Jumlah kriya seni daur ulang yang berhasil dihasilkan dari sampah yang ada 4. Jumlah dana yang terkumpul dari penjualan kriya seni dan peningkatan pemasukan warga lokal 5. Jumlah fasilitas sekolah yang berhasil direvitalisasi KUALITAS 1. Peningkatan keterampilan warga lokal untuk agar mendapat penghasilan tambahan. 2. Peningkatan kesadaran masyarakat pada gaya hidup ramah lingkungan 3. Kenyamanan proses belajar-mengajar sebelum dan sesudah renovasi

Dana yang Dibutuhkan

Rp.249 Juta

Durasi Proyek

8 bulan