1038 - Workshop Penciptaan Musik bersama Tamtamtada

Nama Inisiator

Asa Rahmana

Bidang Seni

musik

Pengalaman

6 tahun

Contoh Karya

Esqi & Yuki-Satu Bahasa-Tamtamtada.mp3

Kategori Proyek

perjalanan

Deskripsi Proyek

Proyek workshop penciptaan musik ini adalah langkah edukatif untuk memberdayakan anak, khususnya anak perempuan di daerah rentan, agar dapat mengekspresikan diri lewat musik. Selain itu, proyek ini juga bermaksud melakukan kajian tentang musik anak, khususnya penciptaan musik oleh anak. Seluruh jalannya proses dan hasil workshop di setiap lokus akan didokumentasikan, dicatat, dikomparasi satu sama lain, dan dipublikasikan di internet dalam bentuk tulisan, foto, dan video. Anak yang disasar berada di tiga lokus dengan latar belakang sosial yang sangat berbeda, yakni di Sarolangun (Jambi), Banyuwangi, dan Tentena (Poso, Sulawesi Tengah). Melalui metode workshop dengan pendekatan yang fleksibel di setiap lokus dan melibatkan para kolaborator berkompeten, anak diajak belajar menuangkan imajinasi, pemikiran, maupun kegelisahan mereka melalui musik, dalam lingkungan belajar yang aman, inklusif bagi anak perempuan maupun laki-laki, dan bebas dari tekanan orang dewasa. Kegiatan akan dikemas dengan playful, meliputi inisiasi dengan anak, menulis lirik dan lagu, membuat instrumen sederhana dari bahan-bahan lokal, serta memainkan instrumen yang mereka buat untuk mengiringi lagu ciptaan mereka. Metode ini memungkinkan interaksi dengan anak berlangsung organik dalam ruang penciptaan bersama yang bebas dan menyenangkan bagi anak untuk belajar dan mengalami proses penciptaan musik secara menyeluruh, mulai dari menyusun ide, lirik, komposisi, hingga membuat instrumen.

Latar Belakang Proyek

Mempelajari dan menulis lagu anak sejak 2012, pada 2017 lalu saya memberanikan diri memulai Tamtamtada, sebuah music initiative untuk anak. Aktifitas ini membuat saya menyadari, bahwa anak tidak bisa melulu dipandang sebagai sebuah kelompok pasif. Mereka adalah entitas unik yang memiliki potensi kreatif dan kebutuhan untuk berekspresi menyuarakan pikiran mereka. Selama ini kajian musik anak masih langka dan remeh, pembicaraan mengenai musik anak masih berkutat pada apa yang boleh dikonsumsi dan apa yang tidak. Anak masih dipandang sebagai objek atau konsumen pasif, sementara musik hanya dianggap hiburan, disamping juga media edukasi. Saya meyakini, apa yang anak lihat, dengar, dan rasakan, apa yang dia cerap, termasuk musik yang didengarkan dan kondisi sosial lingkungan tumbuh kembangnya, punya pengaruh besar pada anak. Asumsinya, anak Tionghoa Jakarta yang menggilai hiphop, dengan anak pesantren di Tuban, tentu memiliki pengalaman, pengetahuan, juga menghadapi permasalahan yang berbeda. Sudah saatnya anak didorong untuk turut menjadi kreator, dengan memberi kesempatan mereka terlibat dalam penciptaan musik, khususnya bagi anak perempuan yang tinggal di daerah rentan masalah sosial namun jarang disorot. Mereka yang terdesak, terhambat, tereksploitasi, atau terancam, baik disadari atau tidak, memerlukan perhatian lebih. Anak-anak inilah yang sesungguhnya paling membutuhkan dukungan dan kesempatan untuk mengekspresikan diri dan merasa berdaya.

Masalah yang Diangkat

Ada tiga lokus kegiatan dengan karakteristik dan budaya berbeda serta problematika yang spesifik. Anak di ketiga lokus ini, terutama anak perempuan, mengalami kerentanan yang ditimbulkan oleh persoalan adat, modernisasi, ekonomi, eksploitasi, dan konflik agama. Keragaman lokus ini, diharapkan dapat memberi kesempatan bagi lebih banyak beneficiaries, dan memperkaya pemetaan masalah yang dihadapi anak perempuan di Indonesia. Pertama, di Sarolangun-Jambi, di mana komunitas Orang Rimba hidup dalam desakan industri sawit dan modernisasi. Orang Rimba mau tidak mau harus belajar dan beradaptasi untuk dapat bertahan. Namun demikian, perempuan Rimba hanya memiliki kesempatan belajar dan bersosialisasi saat kanak-kanak karena adat sangat membatasi ruang gerak perempuan dewasa. Kedua, di Banyuwangi-Jawa Timur, salah satu barometer musik dangdut saat ini. Di Banyuwangi, anak berbakat, terutama perempuan, dikenalkan dengan dangdut sejak dini untuk membantu perekonomian. Belajar mendendangkan lagu dewasa, berjoget, bahkan nyantrik di OM atau nunut penyanyi lokal, kebanyakan memulai karier sejak remaja, setelah ciri seks sekunder terlihat. Ketiga, Poso-Sulawesi Tengah, lokasi konflik horizontal dengan korban ribuan jiwa. Konflik yang pernah terjadi antara muslim dan nasrani, menyisakan trauma yang mempengaruhi ruang sosial warga hingga saat ini. Apalagi semasa konflik, anak dan perempuan adalah kaum rentan yang tidak angkat senjata, namun turut menjadi sasaran pembunuhan.

Indikator Sukses

Kesuksesan proyek ini dapat diindikasikan dari; (1) Terlaksananya kegiatan workshop sesuai rencana, (2) Terpublikasikannya catatan dan dokumentasi hasil workshop, (3) Peserta mampu menghasilkan karya di workshop

Dana yang Dibutuhkan

Rp.156 Juta

Durasi Proyek

5 bulan