Kepala Pusat Kajian Disabilitas FISIP UI, Irwanto mengatakan, hingga kini pendataan penyandang disabilitas di Indonesia masih bermasalah. Hal ini terlihat dengan tidak adanya sinkronisasi antara data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang sudah berbasis Internasional dengan dana kementerian/lembaga terkait masalah sosial seperti Departemen Kesehatan, Departemen Ketenagakerjaan, dan Departemen Sosial.
Data penyandang disabilitas belum akurat akan berdampak dalam pemenuhan hak-hak mereka. Rubby Emir dari Saujana, lembaga sosial yang peduli terhadap isu difabel, menilai angka penyandang disabilitas di Indonesia 15% dari total populasi. WHO menganggap bahwa gangguan kejiwaan dapat juga dikategorikan sebagai penyandang disabilitas. Akibatnya ada perubahan demografi penyandang disabilitas di Indonesia. Meski demikian data BPS memiliki pandangan berbeda, menurut mereka penyandnag disabilitas hanya berjumlah 1,2% dari total penduduk.
Perbedaan ini akan mengakibatkan para penyandang disabilitas rentan diskriminasi dan tak mendapatkan haknya dengan baik. Populasi pasti penyandang disabilitas akan menjadi dasar pembuatan kebijakan, seperti mendapatkan akses pendidikan, kesempatan kerja, dan juga pelayanan kesehatan yang baik. Data tersebut akan membantu pemerintah untuk merumuskan besaran angka anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan para penyandang disabilitas. Rubby Emir
Data yang akurat akan membantu pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tepat bagi penyandang disabilitas. Misalnya memberikan kuota pekerjaan sesuai kemampuan di perusahaan yang ada di Indonesia, baik BUMN maupun perusahaan swasta. Selain itu juga bisa merumuskan kebijakan baru untuk melindungi dan menjamin mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik, melalui pendidikan dan jaminan sosial terpadu.
Ekawati Liu dan Lyla Brown dalam artikelnya menulis bahwa Pemerintah Indonesia menyepelekan angka penyandang disabilita. Statistik resmid ari United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) memperkirakan hanya 1.4% dari penduduk Indonesia yang memiliki disabilitas. Namun angka ini terlalu kecil jika dibandingkan dengan rata rata statistik negara-negara ASEAN. Contohnya Thailand dan Vietnam memperkirakan 2.9% dan 7.8% dari populasi yang menyandang disabilitas.
World Health Organization (WHO), memperkirakan bahwa di seluruh dunia rata-rata penyandang disabilitas adalah 15% dari total populasi atau 37 juta orang. Program Nasional Pemberdayaan Mandiri baian Program Khsusus Disabilitas menunjukan bahwa pengolahan data dan sensus penyandang disabilitas di Indonesia beragam. Kerap kali juga ada kerancuan antara definisi penyandang disabilitas antar lembaga pemerintah.
Data Lembaga Demografi Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa 25% penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kemiskinan parah. Para penyandang disabilitas ini memiliki kondisi kesehatan yang buruk dan biaya pengeluaran kesehatan yang mahal. Mereka juga hidup dalam kondisi kekurangan nutrisi, kekurangan air bersih, dan informasi kesehatan yang layak. Jangankan untuk mendapatkan pekerjaan, mendapatkan kehidupan yang layak juga menjadi sebuah kemewahan. Namun hal ini bukan berarti para penyandang disabilitas lainnya tak berhak bekerja.
Menurut Rubby, selama ini sebagian besar penyedia kerja di Indonesia masih menganggap penyandang difabel sebagai warga negara kelas dua, dan sering ada diskriminasi, dan stigma kalau mereka tidak bisa melakukan apapun. Tetapi berkat kerja keras bersama Saujana Indonesia yang melakukan riset sejak 2014 ke beberapa kelompok difabel di Yogyakarta, Semarang, dan beberapa kota. Akhirnya bisa dirumuskan sebuah aplikasi yang bisa menjebatani kebutuhan perusahaan dan minat kaum difabel. Itu yang kemudian melatari lahirnya situs dan aplikasi kerjabilitas.com.
Rubby berpendapat bahwa ada banyak cara untuk mengajak perusahaan menerima para penyandang disablitas bekerja di tempat mereka. Misalnya dengan insentif pajak, melakukan sosialiasi peraturan pemerintah, dan memberikan penghargaan kepada perusahaan yang berinisiatif mempekerjakan para penyandang disabilitas. Sejauh ini ia merasa pemerintah kurang tegas dan kurang pro aktif mengadvokasi hak para disabilitas ini.
Adanya kerjabilitas.com bisa membantu pemerintah untuk mengetahui perusahaan mana saja yang telah patuh peraturan melalui lowongan pekerjaan yang mereka sediakan. Pengawasan juga bisa dimaksimalkan untuk mengawal isu pekerja dengan disabilitas. Kerjabilitas.com juga membantu pemberdayaan baik bagi para pekerja disabilitas dengan menemukan pekerjaan yang sesuai dengan mereka.
Adakah Ruang Bagi DifabelMekanisme Kerjabilitas.com cukup sederhana. Pelamar melakukan registrasi, melengkapi profil, mengunggah CV dan foto. Setelah itu, pelamar bisa aktif mencari lowongan yang sesuai dan melamar secara online dengan menulis beberapa kalimat tentang diri pelamar. Keuntungan dari Kerjabilitas.com ini adalah pelamar akan mendapatkan notifikasi atau pemberitahuan lewat akun email yang terdaftar setiap ada lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kriteria pelamar. Selain itu, pelamar bisa mengundang teman sesama penyandang disabilitas untuk bergabung dalam jaringan sosial karir ini.
Saat ini tercatat sudah ada hampir 1.000 pengguna aktif kerjabilitas di aplikasi ponsel yang dapat diakses dari Play Store. Penyedia kerja yang tercatat bergabung sudah ada lebih dari 200 perusahaan yang tersebar di banyak kota di Indonesia. Sayang sebagian besar dari kota tersebut berada di pulau Jawa, sementara penyandang disabilitas ada banyak di seluruh Indonesia. Sektor pekerjaan yang diminati juga masih terbatas yaitu hal yang berhubungan dengan teknologi informasi, akuntansi, administrasi, asuransi, customer service, dan pemasaran.
Sebenarnya jika bisa dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik maka Kerjabilitas bisa mengadvokasi seluruh penyandang disabilitas di Indonesia unyuk mendapat pekerjaan lebih baik. Semua hanya butuh niat baik dan dorongan barik dari pemerintah ataupun pihak pengusaha. Para penyandang disabilitas ini punya potensi tak terbatas. Mereka bisa membuktikan dirinya bekerja dengan baik, asal diberikan kesempatan.