MataMassa sebagai pemantau pemilihan umum (pemilu) di Indonesia berkesempatan untuk melakukan diskusi yang bertajuk Inisiatif Pemantauan Pemilu oleh Warga dalam acara Jagongan Media Rakyat di Yogyakarta pada Jumat (24/10/2014).
Ahmad Suwandi dari Mata Massa mengatakan, MataMassa merupakan jembatan antara publik dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Publik memang bisa melapor langsung ke Bawaslu. Namun, Bawaslu tidak memiliki mekanisme perlindungan identitas, mempublikasikan kepada khalayak mengenai pelanggaran dan mengarsipkan laporan. Di celah layanan inilah MataMassa hadir sekaligus menjawab masalah dalam upaya pemantauan pemilu. Menurutnya, banyak laporan pelanggaran melalui media sosial, tetapi hal tersebut tidak bisa diverifikasi karena pelapor berasal dari pihak ketiga (tidak secara langsung melihat pelanggaran). Melalui MataMassa terdapat beberapa cara yang ditawarkan dalam memberikan laporan, yaitu:
Laporan yang masuk akan diverifikasi dengan melihat kelengkapan informasi (5W+1H) dan validitas pelapor yang berupa nomor ponsel. Selanjutnya, laporan akan otomatis masuk ke notifikasi Bawaslu. Sejak 15 Desember 2013-30 April 2014 terdapat 1853 laporan terkait pemilu legislatif yang telah diverifikasi. Hal yang paling banyak dilaporkan adalah pelanggaran administratif, seperti pemasangan spanduk di sembarang tempat dan difabel yang ditemani oleh petugas ketika melakukan pemungutan suara, bukan oleh anggota keluarganya.
Di tengah perbincangan upaya pemantauan pemilu ini, salah satu anggota Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) menanyakan keberlanjutan MataMassa mengingat kepala daerah tidak lagi dipilih oleh rakyat. “MataMassa akan beralih untuk memantau pelayanan publik,” ungkap Ahmad Suwandi. Hal ini akan dilakukan pada semester pertama di tahun 2015. Semangat MataMassa dalam melakukan pemantauan ini sejalan dengan tujuan Cipta Media Seluler, yaitu mendorong perubahan sosial melalui teknologi seluler.