Keberadaan masyarakat adat tersebar di seluruh Indonesia. Biasanya mereka tinggal di kawasan yang jauh dari pusat kota (pedalaman). Mengingat masih terjadi kesenjangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia, terutama antara Jawa dan Luar Jawa, maka akses informasi di kawasan masyarakat adat sangat lemah, atau minim.
Persoalannya, kondisi masyarakat adat yang menguasai hutan-hutan ada kini terancam oleh industri ekstraktif seperti sawit, pertambangan, dan lain-lain. Seringkali terjadi bentrok antara perusahaan, aparat, dan masyarakat. Dengan minimnya akses informasi, potensi konflik yang cenderung pada pelanggaran HAM, maka masyarakat adat membutuhkan sebuah infrastruktur serta pengelolaan pertukaran informasi untuk memberitakan kondisi mereka ke publik yang lebih luas.
Masyarakat adat membutuhkan beragam informasi. Informasi tentang hukum yang terkait dengan masalah agraria dan hutan. Terkait dengan ekonomi, mereka membutuhkan informasi harga jual di kota seperti komoditi karet, buah-buahan, hasil hutan, dan kebutuhan pasar lainnya yang mungkina tersedia di daerah mereka. Masyarakat ada juga membutuhkan informasi mengenai teknologi budidaya tertentu yang sumber alamnya ada di daerah mereka.
Selama ini sebagian masyarakat adat telah memanfaatkan media dalam forum terbatas, seperti pelatihan. Masalahnya pengelolaan konten, baik berupa teks, foto, atau audio visual tidak bisa dilakukan hanya dalam forum pelatihan. Ini adalah proses terus menerus sehingga dibutuhkan agen-agen informasi di tingkat kampung yang militan. Sebenarnya ini tidak hanya untuk teknologi seluler, tapi berlaku untuk seluruh teknologi media yang dikelola oleh warga.
Untuk mengelola informasi tersebut, masyarakat adat membutuhkan perangkat pendukung. Antara lain berupa infrastruktur telekomunikasi yang memungkinkan sinyal seluler lebih kuat menjangkau wilayah mereka. Sebab, sebagian wilayah mereka belum terjangkau sinyal seluler. Mereka juga membutuhkan perangkat seluler yang memungkinkan untuk mengirim teks, foto, dan audio-visual. Dibutuhkan juga komputer untuk menyimpan seluruh data dan piranti lunak khusus yang memungkinkan seluruh data dari perangkat seluler bisa terorganisir dan tersebar dengan sistematis.
Upaya sejenis telah dilakukan namun belum optimal karena beberapa faktor. Pertama, agen informasi yang mengelola konten belum terlalu kuat. Kedua, akses jangkauan sinyal operator seluler tidak merata di setiap tempat. Ketiga, wilayah yang sangat luas, sehingga tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak. Ini sebuah gerakan yang harus memiliki penggerak-penggerak di tingkat akar rumput.
Jika akan menerapkan dukungan pemanfaatan teknologi seluler bagi masyarakat adat, ada beberapa kendala yang perlu diantisipasi. Pertama, sumber listrik tidak tersedia. Kedua, akses terhadap sinyal seluler tidak ada. Kadang harus ke bukit atau tempat tertentu untuk memperoleh sinyal. Ketiga, pengorganisasian penggerak informasi di tingkat kampung harus kuat.
Ade Tanesya, pendukung hak-hak masyarakat adat, tinggal di Yogyakarta.