Yogyakarta – Ilham Cendekia Srimarga, salah satu mentor CMS, memberikan penjelasan mengenai Revolusi Data dalam acara CMS Berbagi pada 27 Februari 2016. Menurutnya, data yang ada (data yang dipublikasikan pemerintah) belum memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menghimpun suatu data.
Selama ini data yang dipublikasikan adalah data olahan/agregat, seperti data sensus yang ditampilkan dalam bentuk tabel. Data ini pun kerap digunakan pemerintah sebagai pertimbangan dalam mengambil suatu kebijakan. Namun, kebijakan yang diambil terkadang didasarkan pada data yang tidak jelas. Data dari BPS misalnya diperbarui dalam hitungan tahun yang belum tentu sesuai dengan data yang dibutuhkan saat membuat kebijakan.
Data juga berpengaruh terhadap pencapaian Indonesia dalam MDGs (meningkatkan kesehatan ibu hamil/mengurangi kematian ibu hamil berisiko). Indonesia bisa dikatakan gagal karena data keberadaan ibu hamil di daerah tak terjangkau sulit diketahui. Selama ini, pemerintah mengklaim bahwa ibu hamil bisa memeriksakan kesehatannya ke Puskemas, tapi untuk daerah yang tak terjangkau sangat sulit menemukan Puskesmas (lokasinya jauh dari rumah). Mobil pelayanan kesehatan keliling memang ada, tapi belum tentu setiap bulan ke daerah ibu hamil berada.
Data disabilitas juga masih kacau, ungkap Rubby Emir, salah satu penerima hibah CMS.
Data disabilitas dari dinas sosial dan dinas kesehatan saja sudah berbeda. Semua punya instrumen sendiri-sendiri. Berdasarkan estimasi WHO, sebagai negara berkembang sekitar 15 % dari populasi, tapi pemerintah Indonesia pakai 2,3%. Ini berdampak pada saat mulai program, mau pakai data yang mana? Akhirnya kita memakai data WHO. Revolusi data juga mengklaim kita tidak hanya sebagai pengguna (user) tapi juga pencipta (produser). Namun, masalahnya adalah instrumen penilaiannya.
Revolusi data (dari data agregat ke data partisipatif) sebenarnya sudah dipraktikkan di beberapa daerah. Misalnya saja Bebassampah.id, sebuah portal informasi terkait pengelolaan sampah kota partisipatif di Bandung yang melibatkan masyarakat, swasta dan pemerintah. Informasi yang diberikan masyarakat soal persampahan nantinya akan dipetakan, seperti lokasi pembuangan sampah, pengepul, bank sampah dan tempat pengomposan.
Data partisipatif ini berkaitan dengan open data yang memungkinkan masyarakat mengakses sekaligus berpartisipasi dalam menghimpun data. Namun, belum adanya praktik open data di sektor pemerintahan dan dukungan akademisi menjadi faktor mengapa data-data yang dipublikasikan pemerintah masih berbentuk data agregat, ungkap Ilham Cendekia Srimarga.
Kini, Pak Ilham sedang mencoba praktik open data terkait perencanaan pembangunan di Bojonegoro. Info lebih lengkapnya bisa dilihat di sini.