Yossy Suparyo sebagai pemimpin proyek mengatakan, Desa 2.0 memberikan sejumlah pengaruh besar secara kelembagaan. Awalnya, ia bersama Gerakan Desa Membangun mengandalkan sukarelawan. Pada perjalanannya, jumlah desa yang mengajukan permintaan dukungan/layanan semakin banyak. Dampak dari meningkatnya jumlah desa, Gerakan Desa Membangun membutuhkan sumber daya yang bisa bekerja penuh waktu serta strategi penyelenggaraan layanan yang baku, tak terkecuali kemampuan menggalang logistik untuk menopang honorarium untuk para sukarelawan.
Adanya program Desa 2.0 mampu menopang dan menjadi solusi atas kebutuhan tersebut. Program Desa 2.0 mendukung honorarium untuk pekerja yang terlibat sekaligus membiayai kelangsungan dukungan teknologi informasi dan komunikasi di wilayah perdesaan, seperti pelatihan, pendaftaran domain, penyediaan hosting serta pendampingan lapangan. Namun, ada titik lemah dalam program ini, yaitu pelaporan. Sejumlah hal yang menyebabkan kegiatan pelaporan terlambat, yaitu:
Serangan pihak luar terhadap server Desa Membangun. Server Desa Membangun pernah mendapat serangan dari pihak luar yang menyebabkan sejumlah kerusakan pada sistem, seperti kata sandi diacak dan penggantian nama basis data. Untuk memulihkan kondisi itu membutuhkan waktu yang cukup lama, termasuk mengalokasikan sumber daya yang mampu menangani masalah ini secara khusus. Kondisi ini memberikan pelajaran penting bagi Gerakan Desa Membangun untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan server secara rutin sebagai tindakan pencegahan atas serangan dari pihak lain.
Permintaan dukungan dari desa untuk menduplikasi program desa 2.0 diluar lokasi program menyita waktu. Akibat membaca publikasi program di media massa, sejumlah pihak mengajukan dukungan untuk mendapatkan pelayanan program desa 2.0 dengan dukungan dana lokal. Di satu sisi, situasi ini menjadi tolok-ukur keberhasilan program desa 2.0 yang disambut antusias oleh publik. Di sisi lain, Gerakan Desa Membangun harus mengalokasikan sumber daya pendukung yang sangat terbatas.
Pelaporan sistematis juga menjadi pengalaman baru bagi Gerakan Desa Membangun karena belum pernah mengelola kegiatan yang berbasis program. Sebagian besar kegiatan bersifat kepanitiaan dan kegiatan jangka pendek.