Hari Terhubung Disabilitas 2015



IMG_0937-e1437462359626-299x400.jpg

Pada tanggal 4 Juli 2015, Komunitas Saujana menyelenggarakan acara Hari Terhubung Disabilitas 2015: Memulai Langkah Nyata Dunia Kerja Indonesia Ramah Disabilitas. Setelah seminggu sebelumnya kegiatan serupa dilakukan di Malang, kali ini lebih dari seratus peserta dan undangan yang terdiri dari perwakilan pemerintah, komunitas difabel, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan, media, dan masyarakat umum berkumpul di Hotel Royal Ambarukmo Jogjakarta untuk menyinergikan langkah nyata bagi dunia kerja Indonesia yang lebih ramah disabilitas.

Rubby Emir, direktur Komunitas Saujana, membuka acara dengan pemaparan tentang Kerjabilitas, yaitu situs dan aplikasi Android jejaring sosial karir yang dikembangkan sebagai jembatan untuk menghubungkan pencari kerja penyandang disabilitas dengan penyedia kerja. Setelah tiga bulan dibuka untuk publik, Kerjabilitas telah menjaring lebih dari 300 pencari kerja disabilitas terdaftar, lebih dari 70 perusahaan atau institusi penyedia kerja, dan lebih dari 90 lowongan inklusif. Jumlah lowongan inklusif yang belum sepadan dengan banyaknya jumlah pencari kerja menjadi pekerjaan rumah besar yang akan coba diatasi juga oleh komunitas Saujana dan Kerjabilitas dengan perluasan ke ranah penguatan kapasitas, konseling karir, dan program magang dalam setahun ke depan.

Kepala Dinas Sosial Kota Jogjakarta, Bapak Untung Sukaryadi secara simbolik mengunduh aplikasi Kerjabilitas untuk perangkat seluler Android di Playstore dalam rangka meresmikan peluncuran situs dan aplikasi yang didukung pengembangannya oleh hibah Cipta Media Seluler ini. Beliau juga menyampaikan agar di masa mendatang selain mendukung penyediaan lapangan kerja, berbagai pihak terkait juga dapat menfasilitasi pemberdayaan penyandang disabilitas sebagai wirausahawan yang mandiri.

Selanjutnya, rekan-rekan difabel tuna netra dari Sanggar GAPAI Solo mementaskan teater berjudul “Difabel Dilarang Kerja” dengan sangat apik. Tema cerita yang diangkat adalah bahwa penyandang disabilitas hanya dapat menjadi tukang pijat, pengamen, dan pedagang asongan namun tidak mungkin menjadi sekretaris atau berkerja di bank, yang pada akhir cerita dibuktikan tidak lebih dari stereotipe dan inferioritas yang merupakan salah satu tantangan terbesar bagi penyandang disabilitas dalam dunia kerja.

Pembicara berikutnya Dwi Santosa, dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, mengumumkan tentang pameran kerja (jobfair) yang selalu diadakan setiap tahun, namun tidak dibedakan antara difabel dan non difabel karena kembali pada kompetensi masing-masing pencari kerja. Oleh karena itu Pak Dwi mendorong agar penyandang disabilitas mengetahui potensi dan kompetensi diri sendiri untuk memasuki dunia kerja. Beliau mengakui adanya kekurangan informasi atau pemetaan penyedia kerja inklusif sehingga tersedianya jejaring akan menjadi nilai tambah yang sangat positif. Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh Disnakertrans DIY ke manajemen perusahaan untuk menjalankan kewajiban 1% pekerja penyandang disabilitas berdasarkan Undang- Undang No. 4 tahun 1997 adalah dengan memberikan apresiasi terhadap perekrut tenaga kerja difabel. Senada dengan Kadinsos DIY, Disnakertrans DIY juga mendukung kemandirian kerja dengan memfasilitas lebih dari 400 penyandang disabilitas untuk berwirausaha dalam lima tahun terakhir.

Retno Embarini dari Pusat Rehabilitasi Yakkum berbagi kisah tentang pemberdayaan, pelatihan, dan informasi akses pekerjaan bagi difabel yang telah dilakoni lembaganya sejak 1982. Retno mengemukakan bahwa berdasarkan survei yang pernah dilakukan oleh PR Yakkum, banyak perusahaan di Jogjakarta yang mengetahui kuota 1% tenaga kerja disabilitas, namun kebanyakan mengaku bingung mengenai rekrutmen dan penempatannya di perusahaan mereka. Hal ini menegaskan bahwa minimnya pengetahuan tentang disabilitaslah yang seringkali menimbulkan stigma-stigma negatif. Pernyataan ini diamini oleh Taufik Abdurahman, pemilik Batik Sogan Jogjakarta, yang telah memperkerjakan pegawai penyandang disabilitas sejak enam tahun lalu dan tidak menemui kendala berarti baik dari segi kualitas kerja maupun penyediaan fasilitas khusus. Bahkan ia menyebutkan etos kerja penyandang disabilitas sangat baik dan kini 20% dari pegawai batik Sogan adalah penyandang disabilitas.

Ro’fah Mudzakir dari Pusat Studi Difabel UIN Sunan Kalijaga memaparkan temuan riset akademisnya tentang rendahnya akses pendidikan bagi difabel, baik dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Hal ini menyebabkan kurangnya kompetensi penyandang disabilitas untuk dapat bersaing mendapatkan pekerjaan yang baik. Santy Otto dari International Labour Organization (ILO) Indonesia mengakhiri sesi dengan menyoroti program-program kesetaraan akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak yang dicanangkan serta menginformasikan tentang diikutsertakannya disabilitas dan inklusi dalam Sustanaible Development Goal #8 dalam Millenium Development Goal untuk pembangunan berkelanjutan.

pembicara-1024x272.jpg

Dalam sesi diskusi, Kerjabilitas mendapat masukan untuk melakukan survei tentang efektivitas pelaksanaan peraturan 1% kuota pegawai penyandang disabilitas serta kendala perusahaan atau penyedia kerja non inklusif untuk memperkerjakan pegawai inklusif, yang diharapkan dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin. Mengingat kegiatan Hari Terhubung Disabilitas ini masih didominasi peserta dari komunitas penyandang disabilitas namun belum diimbangi oleh partisipasi perwakilan penyedia kerja, maka Komunitas Saujana masih memiliki tugas besar untuk dapat menjangkau lebih banyak perusahaan penyedia kerja untuk bergabung dengan Kerjabilitas baik secara daring maupun pada pertemuan tatap muka.

Kerjabilitas dapat diakses melalui pranala www.kerjabilitas.com serta dapat diunduh secara gratis bagi pengguna ponsel Android di Playstore. Terhubung, berkarya, berdaya!

Artikel lain tentang Kerjabilitas klik di sini, di sini, dan di sini.

Tags:

Isabella Apriyana
23 Jul 2015