Depok, 16 April 2015 – Remotivi bersama KSM Eka Prasetya UI dan Nina Mutmainnah (Komisioner KPI 2010-2013) menjadi pembicara dalam diskusi publik “Politisasi Media: Di manakah Pers yang Bebas dan Profesional”. Diskusi yang diselenggarakan di Auditorium Gedung Komunikasi FISIP UI ini dihadiri sekitar 100 mahasiswa.
Nina Mutmainnah mengatakan, pada masa orde baru ancaman pers berasal dari penguasa. Namun, di era reformasi ancaman datang dari pengusaha (pemilik media). Misalnya saja Metro TV yang kerap menayangkan pidato Surya Paloh dengan durasi bermenit-menit. “Apa keuntungannya untuk kita? Tidak ada. Mungkin yang mendengar hanya ia (Surya Paloh), anggota partai dan keluarganya”, tegas Nina. Peserta diskusi pun tertawa mendengar pernyataan itu.
Kasus lain adalah adanya anggota partai politik di dalam ruang redaksi. Sebagai contoh, pada pemilu tahun 2014 redaksi Global TV dipimpin oleh Arya Sinulingga yang juga anggota Partai Hanura. Hal ini membuat ruang redaksi tidak lagi steril karena pemilihan berita akan dipengaruhi oleh kepentingan partai.
Septi Praweswari dari Remotivi mengatakan, masyarakat bisa mengadukan tayangan yang berpihak pada partai politik tertentu atau tayangan bermasalah lainnya melalui Rapotivi, sebuah aplikasi yang didanai oleh Cipta Media Seluler untuk kategori Produksi dan Penyampaian Konten. Nantinya aduan yang diterima Rapotivi akan diteruskan ke KPI tiap minggunya. Dari KPI inilah stasiun televisi mendapakan sanksi, mulai dari teguran tertulis, pembatasan durasi sampai penghentian sementara mata acara.
Menanggapi soal aduan, salah satu Mahasiswi Vokasi Komunikasi yang menjadi peserta diskusi bertanya soal stasiun televisi yang bisa diadukan melalui Rapotivi, “Apakah Net TV termasuk yang bisa diadukan?”, tanyanya.
Septi menjelaskan bahwa Net TV, RTV dan Kompas TV belum bisa diadukan karena keterbatasan alat perekam. Untuk saat ini hanya 10 stasiun televisi swasta yang bersiaran nasional (RCTI, MNC TV, Global TV, SCTV, Indosiar, ANTV, TV One, Metro TV, Trans TV, Trans 7) dan televisi publik (TVRI) yang bisa diadukan melalui Rapotivi.
Kini yang menjadi tantangan bagi Rapotivi adalah bagaimana membentuk perilaku masyarakat agar mau melapor. Jangan sampai aplikasinya hanya diunduh, tetapi tidak digunakan untuk memberi aduan.