Jakarta, 9 Maret 2015 – Federasi Buruh Lintas Pabrikhttp://www.buruhlintaspabrik.com/, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) dan Komite Aksi Perempuan memperingati Hari Perempuan Sedunia dengan melakukan aksi mogok makan di depan gedung Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Dalam aksi ini mereka menuntut adanya Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT).
Saat tiba di gedung Kemenaker, mereka disambut dengan spanduk raksasa bertuliskan “Revolusi Mental Ketenagakerjaan, Saatnya Memanusiakan Manusia”. Salah satu peserta aksi, Dian Septi Trisnanti sampai mengernyitkan dahi melihat spanduk itu mengingat nasib teman-teman buruh di Kawasan Berikat Nusantara Cakung dan daerah lainnya.
Setelah berorasi di depan gedung, mereka akhirnya melakukan audiensi dengan pihak Kemenaker yang diwakili oleh Kasubdir Tenaga Kerja Mandiri Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, Nora Kartika. Ada beberapa hal yang disampaikan Kemenaker dalam audiensi tersebut, yaitu:
Peserta aksi mau memahami kesulitan yang pemerintah alami dalam membicarakan soal PRT.
RUU PRT sudah bukan di Kemenaker lagi, tapi sudah jadi ranahnya DPR atau inisiatif DPR.
Menentukan upah PRT Itu sulit karena PRT beragam jenisnya, punya kompetensi masing-masing dan diupah sesuai tingkat pendidikan.
Peserta aksi diharapkan memahami RUU PRT dan harus belajar sejarahnya.
Pernyataan ini membuat peserta aksi gerah, terlebih lagi disuruh memahami sejarah RUU PRT. Mereka yang berada di ruang audiensi sudah 11 tahun memperjuangkan RUU PRT. Mereka adalah pelaku sejarah sehingga sudah pasti tahu dan memahami sejarah perjalanan RUU tersebut.
Audiensi pun tidak menghasilkan apa-apa, kecuali sebuah kenyataan bahwa Kemenaker tidak sedang memanusiakan manusia. Artinya, spanduk raksasa yang terletak di halaman gedung Keenaker hanya sebuah tulisan belaka.