Jakarta, 21 Febuari 2015 – Remotivi sebagai lembaga studi dan pemantauan media, khususnya televisi di Indonesia meluncurkan aplikasi Android Rapotivi untuk memudahkan warga dalam mengadukan tayangan televisi yang buruk. Rapotivi sendiri berasal dari kata Rapor TV yang berarti buku penilaian atau evaluasi untuk TV, seperti halnya rapor dari sekolah untuk siswanya.
Inisiatif pembuatan aplikasi ini didasari pada kenyataan bahwa sebagian besar industri TV di Indonesia saat ini gagal memenuhi hak warga untuk mendapatkan tayangan TV yang sehat. Selain itu, Rapotivi hadir untuk menjembatani publik dengan KPI agar lembaga tersebut bekerja lebih cepat dan responsif.
Dalam pembuatan aplikasi, Remotivi terlebih dahulu mempelajari saluran aduan yang dikelola KPI, mengkalkulasi kelemahan dan kelebihannya. Lalu menyusun konsep alur pengaduan dan daftar pelanggaran yang kerap ditemui penonton. Terakhir adalah membuat desain aplikasi yang selanjutnya diserahkan ke tim pengembang (developer) untuk dieksekusi. Remotivi juga berdiskusi dengan iLab dalam pembuatan aplikasinya
Warga dapat mengadukan tayangan televisi melalui aplikasi Rapotivi di Android atau situs Rapotivi.org. Berikut alur aduannya.
Tim Rapotivi akan melakukan verifikasi pada setiap aduan yang masuk.
Pengguna akan mendapat notifikasi. (a) Diteruskan ke KPI jika aduan lolos verifikasi, (b) Ditolak jika aduan tidak lolos verifikasi.
Aduan yang lolos verifikasi akan otomatis dikirim ke KPI melalui surat elektronik.
Tim Rapotivi juga akan mengirimkan seluruh aduan melalui pos tiap minggu kepada KPI dan melakukan audiensi tiap bulannya.
Rapotivi akan mengawal aduan yang diproses KPI dan menyampaikannya kepada pengguna dalam status aduan.
Salah satu warga yang datang dalam peluncuran aplikasi Rapotivi, Setyo Manggala Utama, mengatakan bahwa aplikasi Rapotivi bisa mengakomodasi tuntutan masyarakat atas tayangan berkualitas melalui alat (ponsel) yang kita gunakan sehari-hari. Selain itu, Rapotivi bisa membantu KPI dalam hal pelaporan warga. “Tantangan dari Rapotivi sejauh ini adalah popularitasnya sendiri, setelah selesai dengan popularitasnya mungkin masalah selanjutnya adalah membentuk perilaku masyarakat agar mau melapor”, tegasnya.